berbagai informasi
yang menarik dan mengedukasi seputar Seni, Sastra dan Budaya, tentu saja di
setiap tulisan kami tidak luput dari pengamatan kacamata seorang PR.
Memaparkan bahwa sastra itu adalah lembaga sosial yang menggunakan
bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.
Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah
suatu kenyataan sosial. - Sapardi Djoko Damono
Sebagaimana yang telah kita ketahui sastra adalah sebuah kumpulan
kata-kata maupun kalimat-kalimat (tulisan) yang memiliki makna dan keindahan
untuk setiap pembacanya. Dengan memiliki tujuan selain untuk menghibur juga
dapat membangkitkan semangat, memotivasi, mengilhami, menyuarakan pendapat;
perasaan; fikiran; keinginan; dll. Ditulis oleh sastrawan yang hendak
menumpahkan idenya baik dalam sastra tertulis maupun sastra lisan (oral).
Kereta kayu pada zaman kemerdekaan untuk mengangkut para Tentara Nasional
Indonesia dengan bertuliskan semboyan “Merdeka Atoe Mati”, di Museum
Transportasi Taman Mini Indonesia. http://heritage.kereta-api.co.id/?p=5092
Semboyan di atas secara tidak langsung merupakan sebuah tulisan sastra
yang di tuliskan untuk menyemangati para pejuang Indonesia dalam menghadapi
penjajah, yang memiliki makna sangat mendalam antara siapkah kita merdeka
dengan melawan para penjajah hingga titik darah penghabisan atau siap mati
dengan berdiam diri dan menyerah membiarkan negara sengsara oleh dan dengan penjajahan.
Ada pula yang mengartikannya dengan mengimplementasikannya ke dalam
hidup kita, “Kalau dirujukkan pada hukum
alam, semboyan itu juga punya arti pilihan hidup. Kalau kita tidak bisa hidup
dengan kemerdekaan maka kita akan menjalani hidup dengan kematian. Secara
harfiah, kemerdekaan adalah kemandirian hidup, kebebasan, dan ketegasan.” (camuflasa-75780)
Tidak hanya semboyan, tetapi banyak sastrawan muda maupun senior,
dan para musisi yang menuliskan atau menyuarakan karya sastranya dalam bentuk,
puisi maupun syair, yang bertujuan untuk menyampaikan aspirasi serta
suara-suara mereka dan rakyat yang tak tersampaikan kepada para penguasa negara
ini, dan sastra adalah wadah maupun media yang dapat mereka manfaatkan dalam
menyampaikan pesan-pesan tersebut.
Beberapa contoh karya sastra lainnya, diantaranya;
Mr. Presiden, boleh aku bertanya
Untuk siapa istana yang kau diami
Untuk siapa karpet merah yang kau tapaki
Tolong katakan, semua itu untuk rakyat yang menderita
Untuk siapa istana yang kau diami
Untuk siapa karpet merah yang kau tapaki
Tolong katakan, semua itu untuk rakyat yang menderita
Mr. Presiden, boleh aku
bertanya lagi
Untuk siapa bendera yang kau kibarkan
Untuk siapa pidato yang kau tebarkan
Tolong katakan, semua itu untuk rakyat yang masih nestapa
Untuk siapa bendera yang kau kibarkan
Untuk siapa pidato yang kau tebarkan
Tolong katakan, semua itu untuk rakyat yang masih nestapa
Mr. Presiden, lelah
sudah aku bertanya
Karena di bawah langit nusantara
Masih ada orang salah dibenarkan; Dan orang benar disalahkan
Masih ada orang membenarkan kebiasaan; Daripada membiasakan kebenaran
Masih ada orang membuat alasan; Bukan berbuat karena ada alasan
Karena di bawah langit nusantara
Masih ada orang salah dibenarkan; Dan orang benar disalahkan
Masih ada orang membenarkan kebiasaan; Daripada membiasakan kebenaran
Masih ada orang membuat alasan; Bukan berbuat karena ada alasan
Mr. Presiden,
berpeganglah pada sumpahmu
Agar bangsa ini tak sebatas kamu dan aku
Agar bangsa ini lebih banyak bicara tentang kita
Agar esok, tiada kata dusta untukmu
Mr. Presiden
Agar bangsa ini tak sebatas kamu dan aku
Agar bangsa ini lebih banyak bicara tentang kita
Agar esok, tiada kata dusta untukmu
Mr. Presiden
Bait puisi dalam Buku Antologi Puisi Kritik
Sosial Tiada Kata Dusta untuk Presiden yang terbit pada Sabtu, 13 Desember
2014. Karya Syarifudin Yunus, dkk diterbitkan oleh El Nisa Publisher
Puisi diatas ditujukan untuk presiden kita yang setahun lalu baru
menjabat ialah Joko Widodo sebagai Presiden ke – 7 Republik Indonesia.
Disinilah dapat tergambar bahwa sastra memberikan peluang yang sangat besar
dalam menyampaikan kritik sosial, pesan moral, dan dukungan kepada para penguasa
yang memenggenggam amanah rakyat.
Menurut Syarif Yunus (alumni UNJ, Fak. Sastra dan Bahasa Indonesia),
antologi puisi di atas berpesan, “bahwa
bangsa ini akan lebih baik karena pemimpinnya punya niat yang baik. Karena
masalah bangsa, tak sebatas KAMU dan AKU. Tapi masalah KITA. Karenanya, TIADA
KATA DUSTA untuk PRESIDEN. Biarkan akhirat yang membalasmu, bukan dunia yang
mengelabuimu.”
“…Mau tau gak mafia di senayan.. kerjaannya tukang buat
peraturan... bikin UUD... Ujung-Ujungnya Duit... kacau balau.. kacau balau..
negaraku ini...” (Gossip Jalanan-Slank:2005)
Masih ingatkah terhadap penggalan lirik di
atas? Penggalan lirik dari musisi ternama di Indonesia jaman dahulu yaitu,
Slank yang telah menjadi fenomena dalam dunia musik tanah air. Dalam lagunya
yang berjudul Gossip Jalanan sempat mengundang kritik keras dari anggota DPR
tahun 2008. Pada saat itu Slank hanya ingin mendukung menyuarakan fenomena
sosial yang ada di masyarakat dengan memberikan dukungan kepada KPK yang sedang
berseteru dengan kepolisian, hingga pada akhirnya mendapatkan dukungan dari
rakyat dan kemenangan.
Tertulis dalam sastra – indonesia.com, sastra
menyodorkan ke hadapan kita ekspresi estetis tentang manusia dan kebudayaanya.
Di dalamnya tercakup kompleksitas ideologi, dunia nilai, norma hidup, etika,
pandangan dunia, tradisi, tradisi, dan variasi-variasi tingkah laku manusia.
Dengan kata lain, sastra berbicara tentang tingkah laku manusia di dalam
kebuudayaannya. Tak mengherankan sastra di sebut cermin masyarakat, dan cermin
zaman, yang secara antropologis mempresentasikan usaha manusia menjawab
tantangan hidup dalam suatu masa, dalam suatu konteks sejarah tertentu.
Di beberapa negara sastra menjadi musuh bagi para
penguasa karena dinilai menyimpang dari pandangan para penguasa dan dapat
mengancam keberadaan dan kekuasaan mereka, sehingga tak terpungkiri di beberapa
negara banyak sastrawan yang disingkirkan dari negaranya sendiri, seperti
negara Rusia pada masa kejayaan Stalin.
Berbagai cara dapat kita lakukan dalam menyuarakan
aspirasi kita kepada para penguasa sekarang ini, dengan hidup di zaman era
digital memungkinkan dan memudahkan kita dalam menyampaikan pesan keseluruh
belahan dunia. Dan sastra menjadi perbincangan kita kali ini karena sastra
termasuk dalam cara yang berbeda tetapi tetap aman dalam menyuarakan pendapat
maupun kritik sosial. Di zaman dahulu sastra dapat kita publikasikan dengan
mengirimkan karya kita ke koran-koran maupun majalah-majalah untuk di
terbitkan, ataupun menciptakan buku, dan cara lainnya lagi seperti para musisi
menyuarakannya melalui syair atau lirik lagu mereka sehingga dapat di dengar
oleh seluruh kalangan (penguasa dan masyarakat). Tetapi di zaman era digital
ini kita tidak perlu lagi capek – capek untuk mengirimkan karya kita ke majalah
maupun koran, kita bisa dengan mudah mempublikasikannya melalui sosial media
yang telah ramai di tawarkan di dunia maya maupun gadget pribadi kita, tidak
hanya di sosial media, kita dapat membuat blog untuk kumpulan karya-karya kita
maupun membuatnya di website-website tertentu yang menampung karya-karya kita. Sehingga
kita tidak perlu lagi bersusah payah mengadakan demo, dengan mengumpulkan masa,
berdiri panas-panasan dan berteriak-teriak agar suara kita di dengar oleh para
penguasa dan masyarakat sekitar dalam mengundang simpatik sosial, yang lama –
kelamaan berujung pada kerusuhan dan kekerasan yang terjadi antara orang –
orang yang berdemo dengan pihak yang berwenang dalam menertibkan demonstran.
Ditulis oleh. Claudia Agitasari
Menayang
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar